1. PersyaratanAksiomadalamSistemMatematis
A. PARA PENDEKAR SISTEM MATEMATIS
Orang sering mendengar bahwa matematika itu statis. Barangkali memang
tidak terlalu miskonsepsi. Tidak meragukan bahwa dalam waktu yang panjang
manakala matematika menampakkan diri sebagai sebuah seni yang statis.
Kemungkinan-kemungkinana berkreasi tetapi tidak dikenal. Tetapi dari titik
pandang perkembangan matematika, kita sekarang hidup di dalam zaman kebesaran
matematika sepanjang masa. Pandangan ini mengarahkan kita, sebagian untuk dapat
memahami sifat matematika lebih baik lagi.
Orang harus sadar bahwa ketetapan seperti mana matematika dan mana yang
bukan, sejauh ini adalah sesuka hati. Betrand
Russell telah mendefenisikan matematika sebagai “himpunan semua proposisi
berjenis ‘jika p, maka q’ “. Dalam pembahasan ini tampaknya dimaksud untuk
mendeskripsikan sistem matematika sebagi: resultante
dari dua komponen, yakni seperangkat aksioma dan system logika. Maka,
matematika adalah totalitas dari sistem matematis ini. Meskipun totalitas
totalitas itu memunculkan beberapa persamaan dengan defenisi yang diumumkan
Russell, definisi totalitas menunjukan agak lebih dapat diterima. Konstruksi
yang terjadi ketika kedua komponen ini
dikombinasikan sering kali diciri-khaskan sebagai metode analisis matematis.
Awal mula sebarang sistem matematika berada pada teknik postulat. Untuk
menandai perlunya penekanan atas metode postulat matematika ini sering dikenal
dengan metode postulatsional atau metode aksiomatis. Dengan demikian,
selayaknyalah jika pertama-tama kita akan mengkaji komponen pertama dari sistem
matematika itu, yakni aksioma. Beberapa kata seperti aksioma, postulat, dan
asumsi biasanya digunakan secara sinomim.
B. AKSIOMA
Mungkin Aristoteles (384-322 SM) adalah orang
pertama yang memikirkan secara serius sifat aksioma itu. Dimungkinkan pula
bahwa pengkajiannya itu sangat terpengaruh dari hasil karya Plato. Pakar logika (logikawan) menanggapi Aristoteles sebagai
bapak ilmu logika. Sistem logika asli ciptaan Aristoteles tidak meragukan
berkerangka model yang diambil dari matematika, akan tetapi matematika setuju
dengan … mengabaikan karya penting Aristoteles atas kajian aksioma dan
konstribusi lainnya pada sains deduktif. Pada tahun 1904, Heiberg melakukan karya yang sangat bernilai, koleksi matematika
ringkasan Aristoteles. Petikan-petikannya menujukan bahwa Aristoteles telah
memiliki pandangan yang modern atas sifat fundamental pengetahuan matematika.
Yang terkenal di antara
semua sistem matematika telah diorganisasikan oleh Euclid tidak lama setelah zamanya Aristoteles. Euclid adalah guru
besar utama dari Universitas terkenal di Alexandria. Periode kegiatannya dapat
diperkirakan sekitar pada 300 SM. Secara tepat tidak ada yang diketahui dari
Euclid. Barangkali ia orang Yunani,
bukan Mesir. Tentu saja dapat ia dapat dipandang sebagai organisator besar
matematika. Karya monumentalnya adalah “Unsur-unsur”
dalam bentuk buku 13 jilid dan dipelajari oleh siswa sekolah sampai saat
ini. Kenyataanya memang semua materi buku teks geometri dimensi dua dan tiga
adalah bagian dari enam buku (1,3,4,6,11,dan 12) dari “Unsur-unsur”. Seberapa banyak dari materi iniyang asli studi
Euclid masi menjadi pertanyaan. Memang sebelm Euclid, telah ada buku teks
geometri yang telah ditulis Theudius dari
Magnesia. Kemungkinan pula bahwa Euclid terpengaruh oleh ide-ide dari berbagai
murid Aristoteles dan Plato. Tentu saja pengorganisasiannya dengan pernyataan
yang eksplisit dari defenisi dan aksiomanya pada bagian yang sangat awal
analisisnya itu merupakan salah satu kejadian yang sangat penting dalam sejarah
berpikir matematis. Hal ini memang benar, tetapi di samping itu defenisi dan
aksioma-aksiomanyatidak memenuhi persyaratan yang rigor.
Bagian awal pada abad
ke-19 merupakan babak kedua dalam sejarah metode aksiomatis yang penting. Era Bolyai dan Lobachevsky benar-benar menandai munculnya berpikir matematis
modern. Penemuan geometri non-euclid oleh kedua orang ini, masing-masing tidak
saling mempengaruhi, merupakan jalan simpang dari dominasi Euclid. Fondasi dari
karyanya itu telah dilakukan oleh Saccheri, Gauss, dan lain-lain. Tetapi,
ketika berusia 21 tahun, Bolyai menulis kepada ayahnya dan mengatakan “Saya
telah menciptakan semesta baru dari tidak apa-apa (kosong)”, maka satu periode
telah berakhir dari periode baru telah mulai.
Satu-satunay perbedaan
yang nyata antara geometri Euclid dan geometri yang diketemukan oleh Bolyai dan
Lobachevsky (non-euclid) adalah terletak pada postulat kesejajaran pada Euclid
diganti dengan postulat (asumsi) yang lain. Dapat diperkirakan bahwa kedua
penemu baru itu sepertinya memandangmateri
geometri karna ingin melihat kemungkinan proposisi untuk mengetahui
teorema jenis apa yang bakal terjadi jika penggantian itu dilakukan. Tentu
saja, sebagian hasil penukaran khusus yang dilakukan kedua orang merupakan
geometri yang asing. Teorema-teorema Euclid yang bebas dari postulat No. 5
(tidak mengenai kesejajaran) masi tetap berlaku dalam geometri baru.
Teorema-teorema dalam geometri lama diganti dengan konklusi-konklusi yang
mengherankan seperti ini bahwa di dalam bidang, melalui sebuah titik dapat
ditarik dua buah garis yang sejajar dengan garis yang diketahi dan bahwa
melalui titik ini takhingga banyak garis yang dapat ditarik yang terletak di
dalam sudut antarakedua garis yang dibuat itu dan tak satu pun dari takhingga
banyak garis ini memotong garis yang diketahui.
Dalam tahun 1845 Riemann di Gottingen masi
mendemostrasikan geometri yang lain. Dengan mengganti postulat paralel masi
dengan asumsi yang lain, ia memperoleh geometri dengan sifat semua garis
mempunyai panjang finit dan jumlah sudut-sudut suatu segitiga lebih besar dari
.
Bagi orang baru
kesimpulan-kesimpulan yang demikian tampak aneh dan barangkali menggelikan.
Bagi matematikawan hasil-hasil ini amat sangat penting. Pikirn bahwa
aksioma-aksioma yang mendasari sistem mtematika haruslah “jelas kebenaranya”
smakin menjadi sesuatu yang kuno. Akhirnya dikehendaki baha postulat-postulat
atau teorea yang dihasilkan haruslah menarik perhatian orang akan kebenarannya.
Beberapa dari aksioma tampak seperti benar, sementara yang lain tampak seperti
salah, sementara yang lain tak dapat ditentukan dalamarti ia tidak dapat
memiliki sifat benar atau salahbahkan sistem
yang dihasilkanditerima sebagai sistem matematis jika secara logis
konsisten. Memang, bukan kebenaran, akan tetapi kosistensi adalah kata kunci berpikir matematis. Meskipun terdapat
sifat tertentu yang dimiliki oleh seperangkat aksioma, aksioma-aksioma sendiri
begitu jauh semata-mata hanyalah pernyataan-pernyataan awal yang bersifat
sembarang.
Selama abad ke-19 makin
lama makin dikehendaki teknik postulatsional yang baku. Penelitian yang
sistematik mengenal permasalahan ini kemungkinan dipelopori oleh Peano dalam tahun 1889. Di Amerika
Serikat konstribusi-konstribusi penting telah diberikan oleh F. H. More, dan para muridnya, dan oleh
lain-lain seoama abad ke-20. Bagaimana pun pengaruh yang terbesar adalah
perkuliahan yang diberikan Hilbert atas geometri Euclid di Universitas Gottingen selama satu semester
musim dingin 1898-1899, yang kemudian perkuliahan itu diterbitkan.
Selama tahun-tahun
terakhir ada kecenderungan yang sangat menarik untuk mengembangan sistem baru.
Tampaknya satu-satunya syarat bagi sistem matematis baru adalah
seperangkat aksioma baru dank arena seperangakat aksiom sebegitu jauh
adalah sebarang satu aspaek kegiatan matematis kini mudah dimengerti.
Banyak wajah matematika
modern yang tampakanya aneh bagi orang baru dapat dipahami jika orang mau
menerima penggunaan aksioma yang mendasarinya. Sering kali kepada matematika
ditanyakan, “Bagaimana mungkin terdapat begitu banyak jenis ruang yang
berbeda-beda?” atau “bagaimanakah mungkin terdapat dimensi lebih dari iga?”.
Suatu esensi perlu diingt bahwa matematimawan tidak tertarik dalam term yang
biasa dipahami. Maka, ia mempunyai sebarang jenis ruang atau sebarang jenis
teori dimensional melalui proses sederhana dengan meletakan seperangkat aksioma
sejati. Umumnya, sulit bagi matematikawan untuk membatasi perhatiannya pada
sistem matematika dibatasi kepada hal-hal seperti kata-kata garis, ruang, atau
bilangan.
C. SIFAT
AKSIOMA
Matematika telah
berjalan bahkan lebih jauh dalm mengkaji aspek fundamental tertentu dari
aksioma. Bahkan dalam permasalahan ini tidak memperhatikan pada aspek bahasa
aksioma. Tentu saja, secara teknis pertimbangan demikian harus didahulukan
dalam diskusi ini. Beberapa pembicaraan tidak diperdulikan matematikawan.
Umpamanya, ia memandang artikelitu tidak esensial. Mereka telah dikenalkan
dengan retorika dan literature dengan baik. Bagian lain dari pembicaraan
mendapat perhatian besar. Utamanya masalah definisi kata-kata menyebabkan
banyak matematikawan bangun di tengah malam. Matematikawan tidak bermaksud
membiarakan “kekeliruan” dalam kamus. Satu kamus akan mendefinisikan kata A, dalam term kata B. Kata B akan
didefinisikan dalam kata C, dst.
Segera dapat diamati bahwa suatu kata dari urutan ini akan didefinisikan dalam
term A. Dengan demikian akhirnya kata
A, didefinisikan dalam term kata A. Proses demikian diperkenalkan, tentu
saja, bagi tujuan kamus karena ada harapan bahwa disuatu tempat dalam urutan
kata-kata itu sutu kata akan didapati memiliki makna lagi pemakai kamus itu.
Maka, kata A dapat di interpretasi.
Analisis melinkar ini cacat dan tidak dikehendaki dalam matematika. Memeang,
matematikawan telah sampai pada kesimpulan bahwa kata-kata fundamental tentu
dalam sains apa pun harus dibiarkan tak terdefinisikan (dalam logika disebut
kata-kata primitif). Hal ini tampak tidak menguntungkan tetapi jelas tak ada
pilihan lain bagi kita. Inilah sedikit kesulitan di matematika disbanding
kemungkinan dengan sains berpikir lain karena makan akhir diambil dari
matematika murni. Dalam sistem matematis dipandang perlu mengurangi sebnyak
mungkin kata-kata yamg tidak didefinisikan. Pada masalah ini telah banyak
dilakukan penilitian. Misalanya, telah diketahui bahwa di dalam geometri Euclid
ada kemungkinan mengurangi kata tidak mendefinisikan menjadi hanya tiga saja.
Dengan kata lain, kita dapat mendefinisikan semua kata atu term yang diperlukan
dengan berpangkal pada seperangkat kata-kata: “titik, garis, dan kongruen”.
Perangkat kata alternatif yang lain yang akan memberikan keberhasilan yang sama
adalah “koleksi: titik, antara, dan kongruen”. Tentu saja, jika kata
fundamental tertentu ingin didefinisikan, harus mengikuti kata-kata yang
mendefenisikan term itu, dan sangat munkin kosong dari arti pokok. Maka bukanlah
kejutan jika kemuudian Betrand Russel mengatakan
“Matematika adalah studi di mana kita tidak perna tahu apa yang sedang kita
bicarakan, tidak perlu tahu apakah yang kita bicarakan itu benar”.
Sebagai akibat dari
permasalahan di atas, bagaimana pun konsep definisi telah memiliki posisi yang
baik di matematika, apabila diinginkan perluasan kosakata (pembendaharaan kata)
di luar kata-kata primitif, kata baru dapat dikemukakan. Tetapi, kata-kata baru
ini harus didefinisikan dalam term kata-kata primitif. Makna yang persis bagi
kata-kata baru yang dikaitkan dengan kata-kataa primitif. Sering kali
penambahan kata-kata baru di dalam perbendaharaan kata dalam sistem matematis
digunakan dalam wajah yang paling menarik. Manakala sistem tidak banyak
memberikan kemungkinan perluasan kata-kata lebih lanjut dan orang yang berkerja
sama dengan sistem itu mengetahui perlunya penelitian yang memungkinkan guna
mempertahankan pemahaman yang baik akan profesinya, pemasukan kata baru akan
memberinya sesuatu yang baru untuk dikerjakan. Dengan cara ini ada kemungkinan
dapat membuktikan sejumlah teorema baru tentang dunia baru yang dahsyat.
Pertimbangan yang
cermat bukan hanya pada bahasa aksioma
akan tetapi juga pada bentuk suatu pernyataan primitif. Menurut
persetujuan bersama, bentuk ini adalah proposisi logis, yakni pernyataan yang
menerima atau menolak satu subyek. Bagaimana pun, masalah ini langsung timbul
kesulitan. Pernyataan “Dua titik menentukan sebuah garis lurus” adalah aksioma
yang dikenal dalam geometri. Asersi tampaknya mengiakan. Tetapi harus diingat
bahwa kata-kata: titik dan garis adalah kata-kata yang tidak didefinisikan,
jadi kata-kata ini tidak mempunyai makna. Pakar geometri mungkin menggambar
noktah kecil bagi titik dan anak panah bagi garis: ia mungkin mengangguk
membenarkan aksioma yang ia kutip. Orang lain mungkin mengambil paku kecil
untuk titik dan benang kencang untuk
garis, maka mungkin ia berpikir bahwa pernyataan itu menggelikan. Setiap orang
mempunyai hak interpretasi atas
kata-kata yang terkait dalam aksioma. Memang, pernyataan yang dikutip dalam
aksioma di atas dapat benar atau salah sesuai dengan isi yang diberikan kepada
kata-kata yang tidak didefinisikan. Sebagimana adanya, karena kata-kata itu
tidak memiliki isi, kita tidak dapat mengatakan benar atau salah. Jadi
pernyataan ini bukan proposisi actual, terkecuali ia dalam bentuk proposisi.
Bagi orang yang baru belajar matematika
kemungkinan akan tergangu oleh kekurangan isi dalam kata-kata itu. Banyak
kata yang digunakan matematikawan telah memiliki semacam makna bagi orang umum.
Bagi orang-orang yang demikian mungkin perlu mengganti kata-kata itu dengan
lambang jenis baru. Umpamanya, aksioma umum dapat di tulis, “X adalah suatu Y”. Tentu saja kalimat dalambentuk proposisi tetap orang tidak akan
mencoba melukiskannya mengenai kebenaran atau kesalahan kalimat ini.
Jika matematikawan
mengamati pernyataan “X adalah suatu Y”, ia segera memiliki konsep fungsi
dari matematika. Meskipun pakar teori fungsi tidak akan setujuh sepenuhnya,
pernyataan itu dapat dikatakan bahwa variabel adalah fungsi dari satu atau
lebuih variabel laiinya jika variabel pertama atau variabel bergayut atau
bergantung paa variabel yang lain atau variabel bebas dengan cara demikian
sehingga jika variabel bebas diketahui, variabel bergayut dapat ditentukan.
Maka dapat dilihat bahwa, suatu aksioma ditulis dalam bentuk yang dapat
diterima mempunyai bentuk proposisi dan berciri khas fungsi matematis. Jadi,
aksioma dikatakan sebagai sejenis fungsi proposional Frege menggunakan fungsi proposional dalam karyanya, akan tetapi
Betrand Russell yang menerima penghargaan atas perkembangan nyata ide itu.
Barangkali menarik junga mengingat kembaliapa yang pernah dikatakn Russell
tentang konsep ini. Ia mendefinisikan fungsi proposisional demikian: “Fungsi proposisional adalah
pernyataan sederhana yang memuat satu atau beberapa unsure yang tidak
didefinisikan, dengan segera menjadi proposisi setelah unsure-unsur tidak
didefinisikan itu ditetapkan. Jika saya mengatakan
adalah orang’ atau
adalah bilangan’ yaitu suatu fungsi
proposisional .”
Perlu dicatat, bahwa
aksioma bukanlhah satu-satunya fungsi proposisional dalam suatu sistem
matematis. Pernyataan-pernyataan yang dideduksi secara logis dari
aksioma-aksioma, adalah hal serupa, dan perlu, menjadi fungsi proposisional.
Matematikawan percaya
bahwa pengertian fungsi proposisional sangat penting. Aneh bahwa pikoiran ini
baru. Barangakli begitu banyak proposisi yang kenyatanya adalah fungsi
proposisional. C. J. Keyser telah
mengungkapkan pikiran penting di dalam pernyataannya: “Telah begitu jauh
pertengkaran manusia yang tak berkesudahan. Apa yang menjadi sumber utama
menjadi kontroversi yang soia-sia tentang fungs iproposisional diucapkan
sebagai dan dipandang oleh kemanusiaan sebagai proposisi dan dipercayai dengan
pikiran benar atau salah kenyataanya mereka tidak benar dan tidak salah.
D. SYARAT IDEAL PERANGKAT AKSIOMA
Sampai sekian jauh
diskusi mengenai aksioma beserta sifat-sifatnya ini masih bersifat individual.
Matematika berjalan terus dan membangun kelompok pernyataan untuk seluruh
perangkat aksioma yang melatarbelakangi sistem matematis.
Persyaratan-persyaratan ini adalah konsistensi,
independensi, dan kategoris.
Pengertian kosistensi
di dalam perangkat sistem matematis ini sederhana saja jika mau memperlakukan
materi secara dangkal. Jika, bagaimana pun individu ingin mempelajari
permasalahan secara serius, ia akan mendapati bahwa tidak ada masalah yang
lebih abstrak atau sulit. Selanjutnya, harus dipahami bahwa beberapa pemikir
besar matematika modern saat ini sedang menggali cukup dalam ke dalam topic
ini.
Seperangkat aksioma
sedang berada dalam kosinsten jika dari perangkat itu tidak ada kemungkinan
mendeduksi teorema-teorema yang kontradiksi. Tentu saja jika diperoleh teorema
sebagai kosekuensi logis dari aksioma-aksioma itu, mengindikasikan ada terdapat
kontradiksi di dalam perangkat aksioma itu sendiri. Konsep ini tidak akan
menjadi kesulitan tersendiri asalkan saja matematika itu sendiri tidak
menggunakan sejumlah terminologi logis
yang kemungkinan memerlukan beberapa pembatasan. Fakta seperti ini oleh
matematikawan sangat dihargai ketika mempelajari paradoks-paradoks logis
modern. Suatu cirri khas yang barangkali sangat penting.
Barangkali salah satu
yang paling sederhana dan sekalgus paling terkenal tentang paradoks logis
adalah paradoks Betrand Russell. Paradoks ini melibatkan kata, himpunan, yang
merupakan term primitif logika. Bagaimana pun paradoks ini dapat dipandang
sebagai kata sinomim dengan kata-kata seperti koleksi atau agregat. Tetapi hal
ini harus tidak dipikirkan sebagi definisi. Jadi, paradoks-paradoks ini
berkaitan dengan apa yang dikenal sebagi “himpunan biasa”. Setiap himpunan yang
tidak memuat dirinya sendiri termasuklah himpunan yang demikian ini. Sebagai
gambaran, dapat dikatakan bahwa kata, Prancis merupakan himpunan biasa sebab
himpunan semu kata yang ditandakan dengan “Prancis”tidak memuat kata Prancis.
Kata English, tidak bisa , sebab kata English, termuat di dalam himpunan semua
kata yang dikenal dengan “English”. Maka, inilah masalahnya: Pandangan himpunan
C, terdiri atas semua “himpunan
biasa”. Apakah himpunan C inihimpunan
biasa atau bukan himpunan biasa?
Dengan sedikit berpikir akan diperoleh kesimpulan bahwa asumsi manapun yang digunakan
akan sampai pada suatu kontradiksi. Dengan kata lain tidak mungkin mengtakan
apakah C himpunan biasa atau bukan
himpunan biasa. Situasi kejadian demikian benar-benar menyusahkan matematikawan
dan baik matematikawan maupun logikawan tidak setuju atas remidinya. Prmasalahn
ini juga melibatkan pengertian ketakhinggaan. Munkin konsep yang demikian hrus
dibatasi atau mungkin kata himpunan, perlu berapa limitasi. Cukuplah kita
katakana bahwa ide kontradiksi tidak sederhana seperti penampakannya.
Hilbert
dan
para pengikutnya telah mengkaji selama beberapa tahun dalam usaha yang
membuktikan bahwa seluruh matematika murni konsisten. Usha ini menjadi semacam
kesilapan dengan sistem lambang yang dahsyat dan banyak dirasakan bahwa kecil
kemungkinan suksesnya. Memang mereka bekecil hati dan matematikawan
umumnyamerasa terganggu pada penemuan terbaru oleh K. Godel dari Vienna. Sekitar tahun 1931 ia menunjukkan, jika
diprahsekan dalam bahasa popular, bahwa kontradiksi tertentu dapat
dideduksidari sembarang bukti yang menyatakan bukti ketidakmungkinan terjadinya
kontradiksi di dalam matematika, yakni sembarang usaha untuk mendemostrasikan
kosistensi di dalam matematika akan membawa di dalam tak konsistenpada dirinya
sendiri. Hingga kini tidak ada yang menolak penemuannya yang telah diajukan
itu. Hasilnya bukan saja penting bagi matematika, akan tetapi juga bagi seluruh
sains.
Bahkan jika dibenarkan
bahwa tidak ada uji rigor yang sempurna bagi konsisten si suatu perangkat
aksioma, malah matematikawan menginginkan untuk membiarkanya dalam suatu bentuk
uji perangkat yang telah diciptakannya. Metode yang umum adalah memberikan
sajian konkret dari sistem itu, dengan cara member makna real atau ideal ke
dalam term tak didefinisikan, sehingga semua aksioma memenuhi. Jika kemudian
matematikawan mampu menggambarkan situasi real atau ideal yang setelah semua
aksioma memiliki nilai yang disajikan dalam wajah tanpa kontradiksi, perangkat
itu dainggap tidak melibatkan kontradiksi. Hal demikian ini akan kelihatan
benarnya jika orang berpikir bahwa jika sembarang kontradiksi yang mungkin ada
berasal di dalam sistem matematis, maka suatu kontradiksi yang bersesuaian
denganya akan teramati di dalam material atau penyajian ideal itu. Harus
diingat bahwa ketidakmampuan menemukan penyajian konkret sehingga semua aksioma
memenuhi syarat tidaklah mengindikasikan bahwa perangkat aksioma yang di teliti
itu adalah tak konsisten. Tetapi hal ini hanya mengindikasikan kurang kurang
kemampuan atau kurang mujurbagi si peneliti. Bagaimanapun, jika penyajian
seperti ini diketemukan, maka akibatnya perangkat itu adalah konsisten.
Ide tersebut dapat
dipahami lebih baik jika perangkat aksioma actual diuji konsistensinya.
Perangkat aksioma ini sangat sederhana adalah himpunandigunakan membentuk urutan sederhana. Contoh aksioma
ini adalah sebagai berikut:
1. Jika
dan
unsur yang tidak sama di
, maka
kurang dari
atau
kurang dari
.
2. Jika
kurang dari
, maka
dan
unsur yang tidak sama di
3. Jika
kurang dari
, dan
kurang dari
, maka
kurang dari
Dalam
perangkat aksioma ini ada beberapa term tak didefinisikan. Yaitu, huruf huruf
dan unkapan: “adalah kurang dari”. Tentu saja,
ungkapan “adalah tidak sama”, dapat kelihatan serupa,tetapi ungkapan ini mengindikasikan tidak identik. Pengertian identitas adalah
milik logikawan, dn matematikawan secara hati-hati menghilangkan perembesan ini
ke dalam domennya. Matematikawan dianggap memiliki semacap pengertian antuitif
konsep-kosep seperti ini sebagai akbiat dari hubungan atau ketidakhubunganya,
dengan logikawwan. Demikian keperluan penyajian konkret dalam sistem ini
ambilah, misalnya arsip tunggal tentang penduduk yang disajikan oleh C. Huruf-huruf kecil ini dapat digunakan
menandakan individu anggota dalam arsip itu. Ungkapan “adalah kurang dari”
dapat diartiakan sebagai “berdiri di suatu tempat di depan dari”. Maka
penyajian yang demikian ini akan memenuhi semua aksioma. Seperti dikatakan di
muka, fakta ini menujukkan konsisten perangkat lain.
Pengertian
independensi jika diterapkan sebagai
sifat perangkat aksioma agak lebih sederhana dari pada konsep konsisten.
Perangakat aksioma dikatakan independen jika tidak satu pun dari
aksioma-aksioma itu dapat dideduksi secara logis dari aksioma yang lain.
Seringkali sifat independen inidiktakan sebagai sifat estetika, sebab
matematikawan akan sangat senang dengan perangkat aksioma itu jika ia tahu
bahwa banyaknya aksioma telah dideduksi seminimial mungkin. Sifat seperti ini
tidak benar jika salah satu dari aksioma itu dapat dibuktikan sebagai
konsekuensi logis dari aksioma yang lain dan kemudian aksioma yang demikian ini
dapat diklasifikasikan sebagai teorema dan bukan aksioma. Bagaimanapun, harus
dipahami bahwa independesi perangkat aksioma bukanlah atribut perlu yang mutlak.
Uji
independen lagi-lagi termasuk mencari penyajian materi atau ideal bagi
aksioma-aksioma itu. Bagaimanapun, diinginkan lebih dahulu mencari suatu
penyajian di aman semu aksioma memenuhi aksioma-aksioma terkecuali satu. Jika
penyajian seperti ini dapat ditemukan hal ini menunjukkan bahwa satu aksioma
tidak dapat diperoleh sebagai kosekuensi logis dari yang lain. Kembali ke
contoh di atas lagi sebagai gambaran agar jelas. Jika perangkat aksioma yang
disajikan di atas untuk urutan sederhana, C
diartiakn sebagai himpunan semua manusia dari zaman dahulu kala dan
huruf-huruf dipakai untuk menandakan orang, dan ungkapan “adalah kurang dari
pada” diartikan sebagai “adalah nenek moyang dari”, maka segera tampak bahwa
aksioma (2) dan (3) adalah bentuk penyajian yang benar akan tetapi aksioam (1) tidak. Akibatnya,
aksioma (1) tidak dapat dideduksi dari kedua yang lain, karena jika dapat, ada
kemungkinan benar untuk semua situasi di mana du aksioma terakhir dipenuhi dan
untuk satu khusus yang baru kita lihat bahwa hal ini tidak benar. Dengan
sedikit berpikir, penyajian materi dapat
dipakai untuk menunjukan independensi dari dua aksioma yang lain. Suadah barang
tentu, perangkat aksioma yang rumit penggunaan prinsip independent akan menemui
kesulitan sangat besar. Umumnya penelitian dipakasa pada penyajian ideal
ketimbang material dan ini sungguah malang. Dalam setiap gambaran ideal
“intuisi” memainkan peran sangat penting. Tentu saja, seperti dilihat di atas,
intuisi memainkan peranan jauh lebih banyak di dalam apa yang disebut gambaran
material dari pada yang dizinkan.
Biasanya
definisi dengan sifat kategoris didasarkan atas konsep yang sangat penting,
yakni isomorphisma. Jadi, isomorphism perlu dideduksikan dulu.
Sembarang himpunan objek yang memenuhi seperangkat aksioma yang diberikan
setelah secara murni masing-masing term yang tidak dapat didefinisikan memenuhi
penyajian yang diberikandisebut suatu semesta. Misalnya, ada dua semester yang
memenuhi perangkat aksioma yang sama. Selanjutnya, misalnya terdapat korenpondensi 1-1 antara anggot-anggota secara individual
dari kedua semesta sedemikian sehingga senbarang peryataan yang benar bagi
semesta pertama benar pula bagi yang kedua pabila anggot-anggota yang terlibat
dalam semesta pertama ditukar dengan anggota-anggota pada semesta kedua yang
berkoresponden tadi. Musalkan selanjutnya jika konversnya juga benar. Maka kedu
semesta disebut isomorphism terhadap
perangkat aksioma itu.Dalam hal yang demikian ini kedua semesta dapat dikatakan
sama, meskipun bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan masing-masing semesta
mungkin berbeda.
Dapat
dikatakan bahwa perangkat aksioma adalah kategoris apabila setiap dua semesta
yang memenuhi pernagkat itu isomorphic. Uji
sifat kategoris ini tidak akan didiskusikan di sisni secara rinci. Cukup
dikatakan ahwa permasalahanya termasuk membangun isomorphism sembarang dua semesta yang memenuhi perngkat aksioma.
Caranya ialah membuat dua penyajian material yang memenuhi aksioma dan kemudian
menunjukkan adanya isomorphism diantara
dua semesta.
2. Peran Logika
dalamSistem
Matematika
A.
PERAN LOGIKA
Komponen kedua dalam
pembuatan sistem matematis adalahlogika (komponen pertama tadi adalah
seperangkat aksioma). Di sini tidak dimaksudkan untuk membicarakan prinsip-prinsip
logika. Akan tetapi, ada beberapa aspek logika yang terkait begitu dekat dengan
kajian matematis sehingga aspek ini harus disebut di sini.
Adalah pada abad ke 6
SM, ketika Phytagoras menunjukan “perlunya konsep bukti yang jelas dan semua orang
harus setuju”. Akan tetapi Aristoteles yang mengumumkan hukum-hukum tertentu
yang diciptakannya sebagai latar belakang berpikir rigor. Hukum-hukumnya itu,
saat ini biasanya disajikan sebagai berikut.
1. A adalah
A.( Hukum identitas).
2. Segala
sesuatu adalah A atau bukan-A. (Hukum tolak tengah atau hukum
“exeluded middle”)
3. Tidak
ada sesuatu A sekaligus bukan –A. (Hukum kontradiksi)
Dua
hukum terakhir di atas mungkin agak sulit dipahami. Dengan cara merakit
interperatif, biasa dipakai para matematikawan dan logikawan, hukum-hukum itu
menjadi komperatif mudah. Dari pada berpikir dalam ter-term abstrak suatu
konsep seperti sifat yang mungkin dimiliki oleh beberapa objek secara
individual, matematikawan pada umumnya lebih suka memikirkannya dalam bentuk
himpunan objek yang memiliki sifat itu. Misalnya, jik orang harus mengatakan
suatu warna, merah,bagi matematikawan, ia tidak akan berabstraksi yang
ditandakan dengan merah akan tetapi ia akan berpikir suatu himpunan yang
anggota-anggotanya adalah merah. Inilah
kurang lebihnya apa yang dimaksud dengan mengatakan bahwa matematikawan
berpikir jelas logis dalam bentuk perluasan dari pada dalam pendalaman. Lebih
jauh, jumlah dua himpunan adalah himpunan baru yang tersusun atas
anggota-anggotanya satu atau yang lain atau ke dua himpunan yang diketahui.
Jadi, jika tanda minus digunakan sebagai menandakan negasi, lambang 1 digunakan
menandakan himpunan semua objek, dan lambang 0
digunakan menandakan himpunan nol (hampa), kedua terakahir logika
Aristoteles menjadi:
1.
(Hukum tolak tengah)
2.
(hukum kontradiksi)
Logika tradisional berkaitan dengan
relasi antar term hampir ekslusif. Masalhnya adalah menarik kesimpulan
sedemikian sehingga relasi ini benar atau salah. Hukum-hukum yang diberikan
diatas bersama aturan-aturan silogisme adalah sarana membuat keputusan ini.
Di luar pernyataan sederhana ini
sistem logika yang luas telah berkembang berdasarkan pada hukum-hukum yang
berkaitan dengan ide-ide yang diambil sebagai dasar. Kata-kata atau
konsep-konsep seperti kelas, semua,
negasi, atau, dan, dan sebagainnya, dijaga dengan cermat oleh logikawan
sebagai memiliki sifatnya sendiri. Hukum-hukum dasar, termasuk ide-ide ini,
adalah universal dalam arti bahwa mereka bukan berada pada dalam aplikasinya
pada sembarang sains atau subyek.
Suatu penghargaan baru adalah fakta
bahwa kata-kata primitive dalam logika merupakan kata tak terdefinisikan dalam
matematika dan hukum-hukum dasar dalam logika adalah aksioma dalam matematika
telah dikaji dengan penuh minat oleh para matematikawan. Memang, suatu struktur
yang disebut logika, dibangun atas fodasi aksiomatik, seperti halnya dalam
matematika. Aljabar Boole makin menjadi populer dan sistem logika dibangun
dengan menggunakan bahasa lambang dan atas basis aksiomatis benar-benar memukau
matematikawan manapun. Sambil lalu, dapat dicatat bagi kemajuan yang tak tersangka bahwa Aljabar Boole
jelas-jelas bersifat Aristoteles, dan dua hukum terakhir logika Aristoteles
jika dinyatakan dalam lambang adalah cirri khas konkulasi.
Jika kemudian apa yang disebut
hukum-hukum yang merupakan basis pada logika tradisional, semata-mata aksioma,
maka tidaklah mengejutkan bahwa terdapat kecenderungan untuk modifikasinya atau
mengganti seluruhnya terhadap berbagai situasi. Barangkali waktu telah sampai
apabila jenis logika yang digunakan akan ditentukan oleh sifat permasalahan
yang diteliti, tepat setiap para matematikawan
sekarang memperdebatkan matematika yang di adaptasi untuk masalah yang
teliti. Korzybski merasa terggangu
oleh hukum identitas dan ia merasa bahwa penggunaan secara umum tak menjamin. Brouwer demikian pula, menentang penggunaan secara
umum hukum tolak tengah. Memang harus dimaklumi bahwa logika tradisional
didasarkan atas suatu filsafat semesta dan sangat membimbangkan apakah jenis
doktrin ini dapat diterapkan di manapun. Memang, terdapat pertanyaan-pertanyaan
yang tidak secara langsung dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Banyak pertanyaan
demikian yang jauh di luar kemampuan manusia. Apakah kita lalu bertanya “Apakah
meskipun pertanyaan itu demikian tidak ada jawaban yang pasti?” Atau apakah
harus disimpan tanpa ketentuan di dalam semesta dan menggembangkan dahulu
logika sehingga bisa digunakan untuk menjawabnya?
Stimulus nyata terhadap penelitian
sifat logika actual dan sekaligus memiliki kemungkinan logika jenis baru
sebagai tambahan sistem logika tradisional Aristoteles diberikan oleh karya
monumental “Principia Mathematica” oleh Whitehead
dan Russell. Dalam “Principia
Mathematica” dikembnagkan kalkulus proposisi yang sama sekali lain dari model
Aristoteles. Teknis interpretasi dan implikasi yang digunakan dalam hasil karya
ini sama sekali lain dengan makna biasa yang diberikan kepadanya. Meskipun
demikian, deduksi masi saja sama dengan yang didapati pada metode tradisional.
Ada jalan mengembangkan sistem
logika yang dipakai dalam “Principia” dengan menggunakan metode matriks. Orang
yang bisa menggunakan tabel sebagai metode akan dapat menggunakannya dengan
sederhana. Jika nilai kebenaran atau kesalahan masing-masing dari dua proposisi
dapat dketahui, sifat reaksi antara kedua proposisi dapat ditetapkan dengan
sarana tabel matriks. Sifat relasi yang lain kemudian dapat ditetapkan dengan
melihat keterhubungannya yang dipilih sebagai dasar. Dengan cara perluasan
seperti ini Lukasiewiez telah berhasil menyusun sistem logika di mana
proposisi-proposisi tidak perlu lagi melihat setiap kemungkinan benar atau
salahnya masing-masing proposisi, tetapi dapat mempunyai sembarang banyak
kemungkinan Tarski telah
berkontribusi lebih jauh dalam pengembangan sistem ini.
Signifikan hasil-hasilini pada
matematika sangat besar. Sementara telah dihargai selama beberapa dekde bahwa
komponen aksiomatik matematika adalah sutau variabel, sekarang pandangan
matematikawan diperkuat oleh relasi bahwa komponen logis juga variabel.
Kemudian dapatlah matmatikawan memandang logikanya sebagai tetap dan tertentu,
dan bukan ia menghadapkan kenyataan bahwa konkulasinya adalah relative terhadap
jenis logika yang dipakai seperti halnya relatif pada sistem aksioma yang
terlibat.
Jadi saat ini bidang-bidang
matmatika dan logika tidak dapat dipandang secara terpisah. Tetapi tidak juga
dianggap sama. Makin lama matematikawan makin berkaitan dangan kegitan logika.
B.
BIMBANG DAN TIDAK PASTI
Yang belum dibicarakan
adalah kata akhir berkitan dengan hubungan antara matematika dan logika. Salah
satu gambaran yang muncul dalam abad ke-20 telah dibicarakan panjang lebar dan
pengujian yang kritis pada landasan dasar bidang matematika itu. Pada saat ini,
kebimbangan dan ketidakpastian menghinggapi matematikawan. Banyak mahasiswa
yang tidak setuju dengan pandangan umum yang disajikan diatas, yakni bahwa
matematika adalah resultante dari dua
komponen (seperangkat aksioma dan sistem logika). Mereka akan memandang logika
hanyalah sebagai dari wadah sangat besar yang berisi matematika. Sebaliknya,
ada juga yang berpendapat bahwa logika adalah segalanya, sedangkan matematika
hanya sebagian kecil dari logika.
Memang kenyataanya,
kini ada tiga aliran utama berpikir (filsafat) berkata dengan “landasan
matematika” ini. Ketiga aliran ini biasanya ditandakan sebagai pandangan kaum Formalis,
Logistik dan Intuisionis.
Kaum formalis mengakui
kepemimpinan matematikawan Jerman, David
Hilbert. Pandangan kaum formalis, dan juga pandangan matematikawan Amerika pada umumnya, yang dipelopori oleh Oswald Veblen dan V.E. Huntington, adalah bahwa matematika murni adalah struktur
formal lambang-lambang.merek juga dikenal sebagai aliran postulational. Bagi
mereka matematika bermaksud untuk mempelajari struktur objek-objek dengan
menciptakan sistem lambang yang mewakilnya. Dengan demikian matematika
berkaitan dengan sifat-sifat structural sistem lambang, bebas dari maknanya.
Masing-masing lambang kosong dari arti dan tidak memiliki signifikasi
terkecuali jika mereka dikaitkan dengan lambang yang lain. Ini bukanberarti
bahwa matematika merupakan permainan yang sama sekali tidak bernakna;
sebaliknya, pendekatan ini telah membuktikan anat sangat lebat buahnya,
utamanya dalam geometri. Bagaimanapun, kaum formalis telah menghadapi kesulitan
yang tak terduga, utamanya dalam usahanya membangun validitas matematika
apabila mendekati pandangan itu.
Aliran logistik, yang
dipimpin oleh Betrand Russell dan A. N. Whitehead, mengambil posisi bahwa
matematika adalah cabang logika. Pelopornya adalah Peano dan Frege. Puncak
karya monumental Russell dan Whitehead adalah “Princpia Mathematica” telah
dibicarakan di atas . Karya yang solid dan luas itu sangat kompleks dan karya
besar dari ke__ logika ini, merasa berusaha mereduksi seluruh matematika ke
dalam logika. Dengan keaslian yang menggangumkan, mereka berhasil
mendefinisikan konsep matematika elementer (seperti bilangan, nol, operasi
penjumlahan dan perkalian, dan sebagainya) dalam term konsep logika (seperti
himpunan, negasi, “atau”, dan sebagainya). Bagaimanapun, pendekatan ini
akhirnya juga masuk pada kesulitan-kesulitan, utamanya berkaitan dengan teori
modern tentang bilangan-bilangan transfinit, dan dengan demikian kebimbangan
muncul kata-kata seperempat tahun dari kejayaan programnya.
Aliran yang paling
akhir adalah intuisionisme, di bawah pimpinan matematikawan Belanda L. E. J. Brouwer, yang kemudian Hermana Weyt bergabung dengannya. Tesis
mereka adalah bahwa matematika didasari atas basis intuisi dari kemungkinan
penyusunan deret takhingga bilangan-bilangan Brouwer mengingatkan bahwa
struktur lambang yang biasanya didefinisikan dengan matematika semata-mata
pakaian luar saja dari sesuatu yang jauh lebih fundamental dalam cara berpikir.
Ia percaya bahwa ketika matematikawan memanipulasi lambang disertai pikirian
tanpa memandang pikiran itu sendiri, kekhawatiran pun akan menghadang.
Singkatnya, kaum intuisionis tidak memandang bentuk kebenaran matematis sebagai
struktur objektif seperti pendapat kaum formalis mapun logistic. Bagi kaum
intusionis, matematika tidak akan dapat seluruhnya dilambangkan; berpikr
matematis tidak tergantung bahasa tertentu yang digunakan untuk
mengungkapkanya. Pengetahuan dan proses matematis yang harus diberi sedemikian sehingga
prose situ dapat diperluas takterbatas. Dengan kata lain, “keberadaan” tanpa
adanya kemungkinan “mengintroduksi” tidak dibenarkan
Dengan demikian
terhadap iklim kebingungan, Max Black
menunjuk. Program-program kaum formalis dan logistic telah menjumpai
kesulitan-kesulitan untuk dipecahkan jika mereka ingin berjaya. Bagi kaum
logistik reduksi matematika ke logika pecah ke dalam titik yang kursial, dan
melengkapi bukti kaum formalis tentang kosistensi matematika yang tampaknya
tidak mungkin. Akan tetapi doktrin kaum intuisionis mengisyaratkan matematika
yang lebih besar lagi-lagi harus ditulis, menolak bukti-bukti yang telah begitu
lama ditrima, membuang sebagian besar matematika murni, dan mengintroduksi
kesusahan yang penting tidak praktis dan rumit ke dalam domen yang harus
mengubah model.
Masih yang terbaru, R. Carnap, dari Vienna dan Chicago,
telah melakukan program yang lebih jauh luas dari yang diatas, termasuk
matematika, logika, bahasa, sains dan metafisika. Dsarnya adalah suatu analisis
bahasa dan sematiknya. Masih terlalu pagi untuk menduga akan apa hasilnya.
Apa yang dapat
dikatakan pada suasana pertentangan di mana matematika ingin mengetahui dirinya
sendiri? Kita dapat mengamati, pertama, bahwa konsep dasar dan metode
matematika berada dalam suasan aevolusi yang abadi; kedua, pengaruh setiap
pandangan telah dimodifikasi secara mendalam oleh orang lain; ketiga,
matematikawan umumnya, dengan kompromi, dapat bekerjada dalam satu atau lebih
jaringan kerja; dan akhirnya, banyak. kadirsyam3@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar