Selasa, 11 April 2017

BERPIKIR MATEMTIS

1.      PersyaratanAksiomadalamSistemMatematis

A.      PARA PENDEKAR SISTEM MATEMATIS
       Orang sering mendengar bahwa matematika itu statis. Barangkali memang tidak terlalu miskonsepsi. Tidak meragukan bahwa dalam waktu yang panjang manakala matematika menampakkan diri sebagai sebuah seni yang statis. Kemungkinan-kemungkinana berkreasi tetapi tidak dikenal. Tetapi dari titik pandang perkembangan matematika, kita sekarang hidup di dalam zaman kebesaran matematika sepanjang masa. Pandangan ini mengarahkan kita, sebagian untuk dapat memahami sifat matematika lebih baik lagi.  
       Orang harus sadar bahwa ketetapan seperti mana matematika dan mana yang bukan, sejauh ini adalah sesuka hati. Betrand Russell telah mendefenisikan matematika sebagai “himpunan semua proposisi berjenis ‘jika p, maka q’ “. Dalam pembahasan ini tampaknya dimaksud untuk mendeskripsikan sistem matematika sebagi: resultante dari dua komponen, yakni seperangkat aksioma dan system logika. Maka, matematika adalah totalitas dari sistem matematis ini. Meskipun totalitas totalitas itu memunculkan beberapa persamaan dengan defenisi yang diumumkan Russell, definisi totalitas menunjukan agak lebih dapat diterima. Konstruksi yang terjadi ketika kedua komponen  ini dikombinasikan sering kali diciri-khaskan sebagai metode analisis matematis.
       Awal mula sebarang sistem matematika berada pada teknik postulat. Untuk menandai perlunya penekanan atas metode postulat matematika ini sering dikenal dengan metode postulatsional atau metode aksiomatis. Dengan demikian, selayaknyalah jika pertama-tama kita akan mengkaji komponen pertama dari sistem matematika itu, yakni aksioma. Beberapa kata seperti aksioma, postulat, dan asumsi biasanya digunakan secara sinomim.

B.      AKSIOMA
Mungkin Aristoteles (384-322 SM) adalah orang pertama yang memikirkan secara serius sifat aksioma itu. Dimungkinkan pula bahwa pengkajiannya itu sangat terpengaruh dari hasil karya Plato. Pakar logika (logikawan) menanggapi Aristoteles sebagai bapak ilmu logika. Sistem logika asli ciptaan Aristoteles tidak meragukan berkerangka model yang diambil dari matematika, akan tetapi matematika setuju dengan … mengabaikan karya penting Aristoteles atas kajian aksioma dan konstribusi lainnya pada sains deduktif. Pada tahun 1904, Heiberg melakukan karya yang sangat bernilai, koleksi matematika ringkasan Aristoteles. Petikan-petikannya menujukan bahwa Aristoteles telah memiliki pandangan yang modern atas sifat fundamental pengetahuan matematika.
Yang terkenal di antara semua sistem matematika telah diorganisasikan oleh Euclid tidak lama setelah zamanya Aristoteles. Euclid adalah guru besar utama dari Universitas terkenal di Alexandria. Periode kegiatannya dapat diperkirakan sekitar pada 300 SM. Secara tepat tidak ada yang diketahui dari Euclid.  Barangkali ia orang Yunani, bukan Mesir. Tentu saja dapat ia dapat dipandang sebagai organisator besar matematika. Karya monumentalnya adalah “Unsur-unsur” dalam bentuk buku 13 jilid dan dipelajari oleh siswa sekolah sampai saat ini. Kenyataanya memang semua materi buku teks geometri dimensi dua dan tiga adalah bagian dari enam buku (1,3,4,6,11,dan 12) dari “Unsur-unsur”. Seberapa banyak dari materi iniyang asli studi Euclid masi menjadi pertanyaan. Memang sebelm Euclid, telah ada buku teks geometri yang telah ditulis Theudius dari Magnesia. Kemungkinan pula bahwa Euclid terpengaruh oleh ide-ide dari berbagai murid Aristoteles dan Plato. Tentu saja pengorganisasiannya dengan pernyataan yang eksplisit dari defenisi dan aksiomanya pada bagian yang sangat awal analisisnya itu merupakan salah satu kejadian yang sangat penting dalam sejarah berpikir matematis. Hal ini memang benar, tetapi di samping itu defenisi dan aksioma-aksiomanyatidak memenuhi persyaratan yang rigor.
Bagian awal pada abad ke-19 merupakan babak kedua dalam sejarah metode aksiomatis yang penting. Era Bolyai dan Lobachevsky benar-benar menandai munculnya berpikir matematis modern. Penemuan geometri non-euclid oleh kedua orang ini, masing-masing tidak saling mempengaruhi, merupakan jalan simpang dari dominasi Euclid. Fondasi dari karyanya  itu telah dilakukan oleh Saccheri, Gauss, dan lain-lain. Tetapi, ketika berusia 21 tahun, Bolyai menulis kepada ayahnya dan mengatakan “Saya telah menciptakan semesta baru dari tidak apa-apa (kosong)”, maka satu periode telah berakhir dari periode baru telah mulai.
Satu-satunay perbedaan yang nyata antara geometri Euclid dan geometri yang diketemukan oleh Bolyai dan Lobachevsky (non-euclid) adalah terletak pada postulat kesejajaran pada Euclid diganti dengan postulat (asumsi) yang lain. Dapat diperkirakan bahwa kedua penemu baru itu sepertinya memandangmateri  geometri karna ingin melihat kemungkinan proposisi untuk mengetahui teorema jenis apa yang bakal terjadi jika penggantian itu dilakukan. Tentu saja, sebagian hasil penukaran khusus yang dilakukan kedua orang merupakan geometri yang asing. Teorema-teorema Euclid yang bebas dari postulat No. 5 (tidak mengenai kesejajaran) masi tetap berlaku dalam geometri baru. Teorema-teorema dalam geometri lama diganti dengan konklusi-konklusi yang mengherankan seperti ini bahwa di dalam bidang, melalui sebuah titik dapat ditarik dua buah garis yang sejajar dengan garis yang diketahi dan bahwa melalui titik ini takhingga banyak garis yang dapat ditarik yang terletak di dalam sudut antarakedua garis yang dibuat itu dan tak satu pun dari takhingga banyak garis ini memotong garis yang diketahui.
Dalam tahun 1845 Riemann di Gottingen masi mendemostrasikan geometri yang lain. Dengan mengganti postulat paralel masi dengan asumsi yang lain, ia memperoleh geometri dengan sifat semua garis mempunyai panjang finit dan jumlah sudut-sudut suatu segitiga lebih besar dari .
Bagi orang baru kesimpulan-kesimpulan yang demikian tampak aneh dan barangkali menggelikan. Bagi matematikawan hasil-hasil ini amat sangat penting. Pikirn bahwa aksioma-aksioma yang mendasari sistem mtematika haruslah “jelas kebenaranya” smakin menjadi sesuatu yang kuno. Akhirnya dikehendaki baha postulat-postulat atau teorea yang dihasilkan haruslah menarik perhatian orang akan kebenarannya. Beberapa dari aksioma tampak seperti benar, sementara yang lain tampak seperti salah, sementara yang lain tak dapat ditentukan dalamarti ia tidak dapat memiliki sifat benar atau salahbahkan sistem  yang dihasilkanditerima sebagai sistem matematis jika secara logis konsisten. Memang, bukan kebenaran, akan tetapi kosistensi adalah kata kunci berpikir matematis. Meskipun terdapat sifat tertentu yang dimiliki oleh seperangkat aksioma, aksioma-aksioma sendiri begitu jauh semata-mata hanyalah pernyataan-pernyataan awal yang bersifat sembarang.
Selama abad ke-19 makin lama makin dikehendaki teknik postulatsional yang baku. Penelitian yang sistematik mengenal permasalahan ini kemungkinan dipelopori oleh Peano dalam tahun 1889. Di Amerika Serikat konstribusi-konstribusi penting telah diberikan oleh F. H. More, dan para muridnya, dan oleh lain-lain seoama abad ke-20. Bagaimana pun pengaruh yang terbesar adalah perkuliahan yang diberikan Hilbert atas geometri Euclid  di Universitas Gottingen selama satu semester musim dingin 1898-1899, yang kemudian perkuliahan itu diterbitkan.
Selama tahun-tahun terakhir ada kecenderungan yang sangat menarik untuk mengembangan sistem baru. Tampaknya satu-satunya syarat bagi sistem matematis baru  adalah  seperangkat aksioma baru dank arena seperangakat aksiom sebegitu jauh adalah sebarang satu aspaek kegiatan matematis kini mudah dimengerti.
Banyak wajah matematika modern yang tampakanya aneh bagi orang baru dapat dipahami jika orang mau menerima penggunaan aksioma yang mendasarinya. Sering kali kepada matematika ditanyakan, “Bagaimana mungkin terdapat begitu banyak jenis ruang yang berbeda-beda?” atau “bagaimanakah mungkin terdapat dimensi lebih dari iga?”. Suatu esensi perlu diingt bahwa matematimawan tidak tertarik dalam term yang biasa dipahami. Maka, ia mempunyai sebarang jenis ruang atau sebarang jenis teori dimensional melalui proses sederhana dengan meletakan seperangkat aksioma sejati. Umumnya, sulit bagi matematikawan untuk membatasi perhatiannya pada sistem matematika dibatasi kepada hal-hal seperti kata-kata garis, ruang, atau bilangan.

C.     SIFAT AKSIOMA
Matematika telah berjalan bahkan lebih jauh dalm mengkaji aspek fundamental tertentu dari aksioma. Bahkan dalam permasalahan ini tidak memperhatikan pada aspek bahasa aksioma. Tentu saja, secara teknis pertimbangan demikian harus didahulukan dalam diskusi ini. Beberapa pembicaraan tidak diperdulikan matematikawan. Umpamanya, ia memandang artikelitu tidak esensial. Mereka telah dikenalkan dengan retorika dan literature dengan baik. Bagian lain dari pembicaraan mendapat perhatian besar. Utamanya masalah definisi kata-kata menyebabkan banyak matematikawan bangun di tengah malam. Matematikawan tidak bermaksud membiarakan “kekeliruan” dalam kamus. Satu kamus akan mendefinisikan kata A, dalam term kata B. Kata B akan didefinisikan dalam kata C, dst. Segera dapat diamati bahwa suatu kata dari urutan ini akan didefinisikan dalam term A. Dengan demikian akhirnya kata A, didefinisikan dalam term kata A. Proses demikian diperkenalkan, tentu saja, bagi tujuan kamus karena ada harapan bahwa disuatu tempat dalam urutan kata-kata itu sutu kata akan didapati memiliki makna lagi pemakai kamus itu. Maka, kata A dapat di interpretasi. Analisis melinkar ini cacat dan tidak dikehendaki dalam matematika. Memeang, matematikawan telah sampai pada kesimpulan bahwa kata-kata fundamental tentu dalam sains apa pun harus dibiarkan tak terdefinisikan (dalam logika disebut kata-kata primitif). Hal ini tampak tidak menguntungkan tetapi jelas tak ada pilihan lain bagi kita. Inilah sedikit kesulitan di matematika disbanding kemungkinan dengan sains berpikir lain karena makan akhir diambil dari matematika murni. Dalam sistem matematis dipandang perlu mengurangi sebnyak mungkin kata-kata yamg tidak didefinisikan. Pada masalah ini telah banyak dilakukan penilitian. Misalanya, telah diketahui bahwa di dalam geometri Euclid ada kemungkinan mengurangi kata tidak mendefinisikan menjadi hanya tiga saja. Dengan kata lain, kita dapat mendefinisikan semua kata atu term yang diperlukan dengan berpangkal pada seperangkat kata-kata: “titik, garis, dan kongruen”. Perangkat kata alternatif yang lain yang akan memberikan keberhasilan yang sama adalah “koleksi: titik, antara, dan kongruen”. Tentu saja, jika kata fundamental tertentu ingin didefinisikan, harus mengikuti kata-kata yang mendefenisikan term itu, dan sangat munkin kosong dari arti pokok. Maka bukanlah kejutan jika kemuudian Betrand Russel mengatakan “Matematika adalah studi di mana kita tidak perna tahu apa yang sedang kita bicarakan, tidak perlu tahu apakah yang kita bicarakan itu benar”.
Sebagai akibat dari permasalahan di atas, bagaimana pun konsep definisi telah memiliki posisi yang baik di matematika, apabila diinginkan perluasan kosakata (pembendaharaan kata) di luar kata-kata primitif, kata baru dapat dikemukakan. Tetapi, kata-kata baru ini harus didefinisikan dalam term kata-kata primitif. Makna yang persis bagi kata-kata baru yang dikaitkan dengan kata-kataa primitif. Sering kali penambahan kata-kata baru di dalam perbendaharaan kata dalam sistem matematis digunakan dalam wajah yang paling menarik. Manakala sistem tidak banyak memberikan kemungkinan perluasan kata-kata lebih lanjut dan orang yang berkerja sama dengan sistem itu mengetahui perlunya penelitian yang memungkinkan guna mempertahankan pemahaman yang baik akan profesinya, pemasukan kata baru akan memberinya sesuatu yang baru untuk dikerjakan. Dengan cara ini ada kemungkinan dapat membuktikan sejumlah teorema baru tentang dunia baru yang dahsyat.
Pertimbangan yang cermat bukan hanya pada bahasa aksioma  akan tetapi juga pada bentuk suatu pernyataan primitif. Menurut persetujuan bersama, bentuk ini adalah proposisi logis, yakni pernyataan yang menerima atau menolak satu subyek. Bagaimana pun, masalah ini langsung timbul kesulitan. Pernyataan “Dua titik menentukan sebuah garis lurus” adalah aksioma yang dikenal dalam geometri. Asersi tampaknya mengiakan. Tetapi harus diingat bahwa kata-kata: titik dan garis adalah kata-kata yang tidak didefinisikan, jadi kata-kata ini tidak mempunyai makna. Pakar geometri mungkin menggambar noktah kecil bagi titik dan anak panah bagi garis: ia mungkin mengangguk membenarkan aksioma yang ia kutip. Orang lain mungkin mengambil paku kecil untuk titik dan benang kencang  untuk garis, maka mungkin ia berpikir bahwa pernyataan itu menggelikan. Setiap orang mempunyai hak interpretasi  atas kata-kata yang terkait dalam aksioma. Memang, pernyataan yang dikutip dalam aksioma di atas dapat benar atau salah sesuai dengan isi yang diberikan kepada kata-kata yang tidak didefinisikan. Sebagimana adanya, karena kata-kata itu tidak memiliki isi, kita tidak dapat mengatakan benar atau salah. Jadi pernyataan ini bukan proposisi actual, terkecuali ia dalam bentuk proposisi. Bagi orang yang baru belajar matematika  kemungkinan akan tergangu oleh kekurangan isi dalam kata-kata itu. Banyak kata yang digunakan matematikawan telah memiliki semacam makna bagi orang umum. Bagi orang-orang yang demikian mungkin perlu mengganti kata-kata itu dengan lambang jenis baru. Umpamanya, aksioma umum dapat di tulis, “X adalah suatu Y”. Tentu saja kalimat dalambentuk proposisi tetap orang tidak akan mencoba melukiskannya mengenai kebenaran atau kesalahan kalimat ini.
Jika matematikawan mengamati pernyataan “X adalah suatu Y”, ia segera memiliki konsep fungsi dari matematika. Meskipun pakar teori fungsi tidak akan setujuh sepenuhnya, pernyataan itu dapat dikatakan bahwa variabel adalah fungsi dari satu atau lebuih variabel laiinya jika variabel pertama atau variabel bergayut atau bergantung paa variabel yang lain atau variabel bebas dengan cara demikian sehingga jika variabel bebas diketahui, variabel bergayut dapat ditentukan.
      Maka dapat dilihat bahwa, suatu aksioma ditulis dalam bentuk yang dapat diterima mempunyai bentuk proposisi dan berciri khas fungsi matematis. Jadi, aksioma dikatakan sebagai sejenis fungsi proposional Frege menggunakan fungsi proposional dalam karyanya, akan tetapi Betrand Russell yang menerima penghargaan atas perkembangan nyata ide itu. Barangkali menarik junga mengingat kembaliapa yang pernah dikatakn Russell tentang konsep ini. Ia mendefinisikan fungsi proposisional  demikian: “Fungsi proposisional adalah pernyataan sederhana yang memuat satu atau beberapa unsure yang tidak didefinisikan, dengan segera menjadi proposisi setelah unsure-unsur tidak didefinisikan itu ditetapkan. Jika saya mengatakan  adalah orang’ atau  adalah bilangan’ yaitu suatu fungsi proposisional .”
Perlu dicatat, bahwa aksioma bukanlhah satu-satunya fungsi proposisional dalam suatu sistem matematis. Pernyataan-pernyataan yang dideduksi secara logis dari aksioma-aksioma, adalah hal serupa, dan perlu, menjadi fungsi proposisional.
Matematikawan percaya bahwa pengertian fungsi proposisional sangat penting. Aneh bahwa pikoiran ini baru. Barangakli begitu banyak proposisi yang kenyatanya adalah fungsi proposisional. C. J. Keyser telah mengungkapkan pikiran penting di dalam pernyataannya: “Telah begitu jauh pertengkaran manusia yang tak berkesudahan. Apa yang menjadi sumber utama menjadi kontroversi yang soia-sia tentang fungs iproposisional diucapkan sebagai dan dipandang oleh kemanusiaan sebagai proposisi dan dipercayai dengan pikiran benar atau salah kenyataanya mereka tidak benar dan tidak salah.

D.      SYARAT IDEAL PERANGKAT AKSIOMA
Sampai sekian jauh diskusi mengenai aksioma beserta sifat-sifatnya ini masih bersifat individual. Matematika berjalan terus dan membangun kelompok pernyataan untuk seluruh perangkat aksioma yang melatarbelakangi sistem matematis. Persyaratan-persyaratan ini adalah konsistensi, independensi, dan kategoris.
Pengertian kosistensi di dalam perangkat sistem matematis ini sederhana saja jika mau memperlakukan materi secara dangkal. Jika, bagaimana pun individu ingin mempelajari permasalahan secara serius, ia akan mendapati bahwa tidak ada masalah yang lebih abstrak atau sulit. Selanjutnya, harus dipahami bahwa beberapa pemikir besar matematika modern saat ini sedang menggali cukup dalam ke dalam topic ini.
Seperangkat aksioma sedang berada dalam kosinsten jika dari perangkat itu tidak ada kemungkinan mendeduksi teorema-teorema yang kontradiksi. Tentu saja jika diperoleh teorema sebagai kosekuensi logis dari aksioma-aksioma itu, mengindikasikan ada terdapat kontradiksi di dalam perangkat aksioma itu sendiri. Konsep ini tidak akan menjadi kesulitan tersendiri asalkan saja matematika itu sendiri tidak menggunakan  sejumlah terminologi logis yang kemungkinan memerlukan beberapa pembatasan. Fakta seperti ini oleh matematikawan sangat dihargai ketika mempelajari paradoks-paradoks logis modern. Suatu cirri khas yang barangkali sangat penting.
Barangkali salah satu yang paling sederhana dan sekalgus paling terkenal tentang paradoks logis adalah paradoks Betrand Russell. Paradoks ini melibatkan kata, himpunan, yang merupakan term primitif logika. Bagaimana pun paradoks ini dapat dipandang sebagai kata sinomim dengan kata-kata seperti koleksi atau agregat. Tetapi hal ini harus tidak dipikirkan sebagi definisi. Jadi, paradoks-paradoks ini berkaitan dengan apa yang dikenal sebagi “himpunan biasa”. Setiap himpunan yang tidak memuat dirinya sendiri termasuklah himpunan yang demikian ini. Sebagai gambaran, dapat dikatakan bahwa kata, Prancis merupakan himpunan biasa sebab himpunan semu kata yang ditandakan dengan “Prancis”tidak memuat kata Prancis. Kata English, tidak bisa , sebab kata English, termuat di dalam himpunan semua kata yang dikenal dengan “English”. Maka, inilah masalahnya: Pandangan himpunan C, terdiri atas semua “himpunan biasa”. Apakah himpunan C inihimpunan biasa atau bukan himpunan biasa? Dengan sedikit berpikir akan diperoleh kesimpulan bahwa asumsi manapun yang digunakan akan sampai pada suatu kontradiksi. Dengan kata lain tidak mungkin mengtakan apakah C himpunan biasa atau bukan himpunan biasa. Situasi kejadian demikian benar-benar menyusahkan matematikawan dan baik matematikawan maupun logikawan tidak setuju atas remidinya. Prmasalahn ini juga melibatkan pengertian ketakhinggaan. Munkin konsep yang demikian hrus dibatasi atau mungkin kata himpunan, perlu berapa limitasi. Cukuplah kita katakana bahwa ide kontradiksi tidak sederhana seperti penampakannya.
Hilbert dan para pengikutnya telah mengkaji selama beberapa tahun dalam usaha yang membuktikan bahwa seluruh matematika murni konsisten. Usha ini menjadi semacam kesilapan dengan sistem lambang yang dahsyat dan banyak dirasakan bahwa kecil kemungkinan suksesnya. Memang mereka bekecil hati dan matematikawan umumnyamerasa terganggu pada penemuan terbaru oleh K. Godel dari Vienna. Sekitar tahun 1931 ia menunjukkan, jika diprahsekan dalam bahasa popular, bahwa kontradiksi tertentu dapat dideduksidari sembarang bukti yang menyatakan bukti ketidakmungkinan terjadinya kontradiksi di dalam matematika, yakni sembarang usaha untuk mendemostrasikan kosistensi di dalam matematika akan membawa di dalam tak konsistenpada dirinya sendiri. Hingga kini tidak ada yang menolak penemuannya yang telah diajukan itu. Hasilnya bukan saja penting bagi matematika, akan tetapi juga bagi seluruh sains.
Bahkan jika dibenarkan bahwa tidak ada uji rigor yang sempurna bagi konsisten si suatu perangkat aksioma, malah matematikawan menginginkan untuk membiarkanya dalam suatu bentuk uji perangkat yang telah diciptakannya. Metode yang umum adalah memberikan sajian konkret dari sistem itu, dengan cara member makna real atau ideal ke dalam term tak didefinisikan, sehingga semua aksioma memenuhi. Jika kemudian matematikawan mampu menggambarkan situasi real atau ideal yang setelah semua aksioma memiliki nilai yang disajikan dalam wajah tanpa kontradiksi, perangkat itu dainggap tidak melibatkan kontradiksi. Hal demikian ini akan kelihatan benarnya jika orang berpikir bahwa jika sembarang kontradiksi yang mungkin ada berasal di dalam sistem matematis, maka suatu kontradiksi yang bersesuaian denganya akan teramati di dalam material atau penyajian ideal itu. Harus diingat bahwa ketidakmampuan menemukan penyajian konkret sehingga semua aksioma memenuhi syarat tidaklah mengindikasikan bahwa perangkat aksioma yang di teliti itu adalah tak konsisten. Tetapi hal ini hanya mengindikasikan kurang kurang kemampuan atau kurang mujurbagi si peneliti. Bagaimanapun, jika penyajian seperti ini diketemukan, maka akibatnya perangkat itu adalah konsisten.
Ide tersebut dapat dipahami lebih baik jika perangkat aksioma actual diuji konsistensinya. Perangkat aksioma ini sangat sederhana adalah himpunandigunakan  membentuk urutan sederhana. Contoh aksioma ini adalah sebagai berikut:
1.      Jika  dan  unsur yang tidak sama di , maka  kurang dari  atau  kurang dari .
2.      Jika  kurang dari , maka  dan  unsur yang tidak sama di
3.      Jika  kurang dari , dan  kurang dari , maka  kurang dari
Dalam perangkat aksioma ini ada beberapa term tak didefinisikan. Yaitu, huruf huruf  dan unkapan: “adalah kurang dari”. Tentu saja, ungkapan “adalah tidak sama”, dapat kelihatan serupa,tetapi ungkapan ini mengindikasikan  tidak identik. Pengertian identitas adalah milik logikawan, dn matematikawan secara hati-hati menghilangkan perembesan ini ke dalam domennya. Matematikawan dianggap memiliki semacap pengertian antuitif konsep-kosep seperti ini sebagai akbiat dari hubungan atau ketidakhubunganya, dengan logikawwan. Demikian keperluan penyajian konkret dalam sistem ini ambilah, misalnya arsip tunggal tentang penduduk yang disajikan oleh C. Huruf-huruf kecil ini dapat digunakan menandakan individu anggota dalam arsip itu. Ungkapan “adalah kurang dari” dapat diartiakan sebagai “berdiri di suatu tempat di depan dari”. Maka penyajian yang demikian ini akan memenuhi semua aksioma. Seperti dikatakan di muka, fakta ini menujukkan konsisten perangkat lain.
Pengertian independensi jika diterapkan sebagai sifat perangkat aksioma agak lebih sederhana dari pada konsep konsisten. Perangakat aksioma dikatakan independen jika tidak satu pun dari aksioma-aksioma itu dapat dideduksi secara logis dari aksioma yang lain. Seringkali sifat independen inidiktakan sebagai sifat estetika, sebab matematikawan akan sangat senang dengan perangkat aksioma itu jika ia tahu bahwa banyaknya aksioma telah dideduksi seminimial mungkin. Sifat seperti ini tidak benar jika salah satu dari aksioma itu dapat dibuktikan sebagai konsekuensi logis dari aksioma yang lain dan kemudian aksioma yang demikian ini dapat diklasifikasikan sebagai teorema dan bukan aksioma. Bagaimanapun, harus dipahami bahwa independesi perangkat aksioma bukanlah atribut perlu yang mutlak.
Uji independen lagi-lagi termasuk mencari penyajian materi atau ideal bagi aksioma-aksioma itu. Bagaimanapun, diinginkan lebih dahulu mencari suatu penyajian di aman semu aksioma memenuhi aksioma-aksioma terkecuali satu. Jika penyajian seperti ini dapat ditemukan hal ini menunjukkan bahwa satu aksioma tidak dapat diperoleh sebagai kosekuensi logis dari yang lain. Kembali ke contoh di atas lagi sebagai gambaran agar jelas. Jika perangkat aksioma yang disajikan di atas untuk urutan sederhana, C diartiakn sebagai himpunan semua manusia dari zaman dahulu kala dan huruf-huruf dipakai untuk menandakan orang, dan ungkapan “adalah kurang dari pada” diartikan sebagai “adalah nenek moyang dari”, maka segera tampak bahwa aksioma (2) dan (3) adalah bentuk penyajian yang benar  akan tetapi aksioam (1) tidak. Akibatnya, aksioma (1) tidak dapat dideduksi dari kedua yang lain, karena jika dapat, ada kemungkinan benar untuk semua situasi di mana du aksioma terakhir dipenuhi dan untuk satu khusus yang baru kita lihat bahwa hal ini tidak benar. Dengan sedikit berpikir, penyajian materi  dapat dipakai untuk menunjukan independensi dari dua aksioma yang lain. Suadah barang tentu, perangkat aksioma yang rumit penggunaan prinsip independent akan menemui kesulitan sangat besar. Umumnya penelitian dipakasa pada penyajian ideal ketimbang material dan ini sungguah malang. Dalam setiap gambaran ideal “intuisi” memainkan peran sangat penting. Tentu saja, seperti dilihat di atas, intuisi memainkan peranan jauh lebih banyak di dalam apa yang disebut gambaran material dari pada yang dizinkan.
Biasanya definisi dengan sifat kategoris didasarkan atas konsep yang sangat penting, yakni isomorphisma. Jadi, isomorphism perlu dideduksikan dulu. Sembarang himpunan objek yang memenuhi seperangkat aksioma yang diberikan setelah secara murni masing-masing term yang tidak dapat didefinisikan memenuhi penyajian yang diberikandisebut suatu semesta. Misalnya, ada dua semester yang memenuhi perangkat aksioma yang sama. Selanjutnya, misalnya terdapat korenpondensi  1-1 antara anggot-anggota secara individual dari kedua semesta sedemikian sehingga senbarang peryataan yang benar bagi semesta pertama benar pula bagi yang kedua pabila anggot-anggota yang terlibat dalam semesta pertama ditukar dengan anggota-anggota pada semesta kedua yang berkoresponden tadi. Musalkan selanjutnya jika konversnya juga benar. Maka kedu semesta disebut isomorphism terhadap perangkat aksioma itu.Dalam hal yang demikian ini kedua semesta dapat dikatakan sama, meskipun bahasa yang digunakan untuk mengungkapkan masing-masing semesta mungkin berbeda.
Dapat dikatakan bahwa perangkat aksioma adalah kategoris apabila setiap dua semesta yang memenuhi pernagkat itu isomorphic. Uji sifat kategoris ini tidak akan didiskusikan di sisni secara rinci. Cukup dikatakan ahwa permasalahanya termasuk membangun isomorphism sembarang dua semesta yang memenuhi perngkat aksioma. Caranya ialah membuat dua penyajian material yang memenuhi aksioma dan kemudian menunjukkan adanya isomorphism diantara dua semesta.

2.  Peran Logika dalamSistem Matematika

A.            PERAN LOGIKA
Komponen kedua dalam pembuatan sistem matematis adalahlogika (komponen pertama tadi adalah seperangkat aksioma). Di sini tidak dimaksudkan untuk membicarakan prinsip-prinsip logika. Akan tetapi, ada beberapa aspek logika yang terkait begitu dekat dengan kajian matematis sehingga aspek ini harus disebut di sini.
Adalah pada abad ke 6 SM, ketika Phytagoras menunjukan “perlunya konsep bukti yang jelas dan semua orang harus setuju”. Akan tetapi Aristoteles yang mengumumkan hukum-hukum tertentu yang diciptakannya sebagai latar belakang berpikir rigor. Hukum-hukumnya itu, saat ini biasanya disajikan sebagai berikut.
1.    A adalah A.( Hukum identitas).
2.    Segala sesuatu adalah A atau bukan-A. (Hukum tolak tengah atau hukum “exeluded middle”)
3.    Tidak ada sesuatu A sekaligus bukan –A. (Hukum kontradiksi)
Dua hukum terakhir di atas mungkin agak sulit dipahami. Dengan cara merakit interperatif, biasa dipakai para matematikawan dan logikawan, hukum-hukum itu menjadi komperatif mudah. Dari pada berpikir dalam ter-term abstrak suatu konsep seperti sifat yang mungkin dimiliki oleh beberapa objek secara individual, matematikawan pada umumnya lebih suka memikirkannya dalam bentuk himpunan objek yang memiliki sifat itu. Misalnya, jik orang harus mengatakan suatu warna, merah,bagi matematikawan, ia tidak akan berabstraksi yang ditandakan dengan merah akan tetapi ia akan berpikir suatu himpunan yang anggota-anggotanya  adalah merah. Inilah kurang lebihnya apa yang dimaksud dengan mengatakan bahwa matematikawan berpikir jelas logis dalam bentuk perluasan dari pada dalam pendalaman. Lebih jauh, jumlah dua himpunan adalah himpunan baru yang tersusun atas anggota-anggotanya satu atau yang lain atau ke dua himpunan yang diketahui. Jadi, jika tanda minus digunakan sebagai menandakan negasi, lambang 1 digunakan menandakan himpunan semua objek, dan lambang 0  digunakan menandakan himpunan nol (hampa), kedua terakahir logika Aristoteles menjadi:
1.    (Hukum tolak tengah)
2.    (hukum kontradiksi)

Logika tradisional berkaitan dengan relasi antar term hampir ekslusif. Masalhnya adalah menarik kesimpulan sedemikian sehingga relasi ini benar atau salah. Hukum-hukum yang diberikan diatas bersama aturan-aturan silogisme adalah sarana membuat keputusan ini.
Di luar pernyataan sederhana ini sistem logika yang luas telah berkembang berdasarkan pada hukum-hukum yang berkaitan dengan ide-ide yang diambil sebagai dasar. Kata-kata atau konsep-konsep seperti kelas, semua, negasi, atau, dan, dan sebagainnya, dijaga dengan cermat oleh logikawan sebagai memiliki sifatnya sendiri. Hukum-hukum dasar, termasuk ide-ide ini, adalah universal dalam arti bahwa mereka bukan berada pada dalam aplikasinya pada sembarang sains atau subyek.
Suatu penghargaan baru adalah fakta bahwa kata-kata primitive dalam logika merupakan kata tak terdefinisikan dalam matematika dan hukum-hukum dasar dalam logika adalah aksioma dalam matematika telah dikaji dengan penuh minat oleh para matematikawan. Memang, suatu struktur yang disebut logika, dibangun atas fodasi aksiomatik, seperti halnya dalam matematika. Aljabar Boole makin menjadi populer dan sistem logika dibangun dengan menggunakan bahasa lambang dan atas basis aksiomatis benar-benar memukau matematikawan manapun. Sambil lalu, dapat dicatat bagi kemajuan  yang tak tersangka bahwa Aljabar Boole jelas-jelas bersifat Aristoteles, dan dua hukum terakhir logika Aristoteles jika dinyatakan dalam lambang adalah cirri khas konkulasi.
Jika kemudian apa yang disebut hukum-hukum yang merupakan basis pada logika tradisional, semata-mata aksioma, maka tidaklah mengejutkan bahwa terdapat kecenderungan untuk modifikasinya atau mengganti seluruhnya terhadap berbagai situasi. Barangkali waktu telah sampai apabila jenis logika yang digunakan akan ditentukan oleh sifat permasalahan yang diteliti, tepat setiap para matematikawan  sekarang memperdebatkan matematika yang di adaptasi untuk masalah yang teliti. Korzybski merasa terggangu oleh hukum identitas dan ia merasa bahwa penggunaan secara umum tak menjamin. Brouwer  demikian pula, menentang penggunaan secara umum hukum tolak tengah. Memang harus dimaklumi bahwa logika tradisional didasarkan atas suatu filsafat semesta dan sangat membimbangkan apakah jenis doktrin ini dapat diterapkan di manapun. Memang, terdapat pertanyaan-pertanyaan yang tidak secara langsung dapat dijawab “ya” atau “tidak”. Banyak pertanyaan demikian yang jauh di luar kemampuan manusia. Apakah kita lalu bertanya “Apakah meskipun pertanyaan itu demikian tidak ada jawaban yang pasti?” Atau apakah harus disimpan tanpa ketentuan di dalam semesta dan menggembangkan dahulu logika sehingga bisa digunakan untuk menjawabnya?
Stimulus nyata terhadap penelitian sifat logika actual dan sekaligus memiliki kemungkinan logika jenis baru sebagai tambahan sistem logika tradisional Aristoteles diberikan oleh karya monumental “Principia Mathematica” oleh Whitehead dan Russell. Dalam “Principia Mathematica” dikembnagkan kalkulus proposisi yang sama sekali lain dari model Aristoteles. Teknis interpretasi dan implikasi yang digunakan dalam hasil karya ini sama sekali lain dengan makna biasa yang diberikan kepadanya. Meskipun demikian, deduksi masi saja sama dengan yang didapati pada metode tradisional.
Ada jalan mengembangkan sistem logika yang dipakai dalam “Principia” dengan menggunakan metode matriks. Orang yang bisa menggunakan tabel sebagai metode akan dapat menggunakannya dengan sederhana. Jika nilai kebenaran atau kesalahan masing-masing dari dua proposisi dapat dketahui, sifat reaksi antara kedua proposisi dapat ditetapkan dengan sarana tabel matriks. Sifat relasi yang lain kemudian dapat ditetapkan dengan melihat keterhubungannya yang dipilih sebagai dasar. Dengan cara perluasan seperti ini Lukasiewiez telah berhasil menyusun sistem logika di mana proposisi-proposisi tidak perlu lagi melihat setiap kemungkinan benar atau salahnya masing-masing proposisi, tetapi dapat mempunyai sembarang banyak kemungkinan Tarski telah berkontribusi lebih jauh dalam pengembangan sistem ini.
Signifikan hasil-hasilini pada matematika sangat besar. Sementara telah dihargai selama beberapa dekde bahwa komponen aksiomatik matematika adalah sutau variabel, sekarang pandangan matematikawan diperkuat oleh relasi bahwa komponen logis juga variabel. Kemudian dapatlah matmatikawan memandang logikanya sebagai tetap dan tertentu, dan bukan ia menghadapkan kenyataan bahwa konkulasinya adalah relative terhadap jenis logika yang dipakai seperti halnya relatif pada sistem aksioma yang terlibat.
Jadi saat ini bidang-bidang matmatika dan logika tidak dapat dipandang secara terpisah. Tetapi tidak juga dianggap sama. Makin lama matematikawan makin berkaitan dangan kegitan logika.

B.            BIMBANG DAN TIDAK PASTI

Yang belum dibicarakan adalah kata akhir berkitan dengan hubungan antara matematika dan logika. Salah satu gambaran yang muncul dalam abad ke-20 telah dibicarakan panjang lebar dan pengujian yang kritis pada landasan dasar bidang matematika itu. Pada saat ini, kebimbangan dan ketidakpastian menghinggapi matematikawan. Banyak mahasiswa yang tidak setuju dengan pandangan umum yang disajikan diatas, yakni bahwa matematika adalah resultante dari dua komponen (seperangkat aksioma dan sistem logika). Mereka akan memandang logika hanyalah sebagai dari wadah sangat besar yang berisi matematika. Sebaliknya, ada juga yang berpendapat bahwa logika adalah segalanya, sedangkan matematika hanya sebagian kecil dari logika.
Memang kenyataanya, kini ada tiga aliran utama berpikir (filsafat) berkata dengan “landasan matematika” ini. Ketiga aliran ini biasanya ditandakan sebagai pandangan  kaum Formalis, Logistik dan Intuisionis.
Kaum formalis mengakui kepemimpinan matematikawan Jerman, David Hilbert. Pandangan kaum formalis, dan juga pandangan matematikawan  Amerika pada umumnya, yang dipelopori oleh Oswald Veblen dan V.E. Huntington, adalah bahwa matematika murni adalah struktur formal lambang-lambang.merek juga dikenal sebagai aliran postulational. Bagi mereka matematika bermaksud untuk mempelajari struktur objek-objek dengan menciptakan sistem lambang yang mewakilnya. Dengan demikian matematika berkaitan dengan sifat-sifat structural sistem lambang, bebas dari maknanya. Masing-masing lambang kosong dari arti dan tidak memiliki signifikasi terkecuali jika mereka dikaitkan dengan lambang yang lain. Ini bukanberarti bahwa matematika merupakan permainan yang sama sekali tidak bernakna; sebaliknya, pendekatan ini telah membuktikan anat sangat lebat buahnya, utamanya dalam geometri. Bagaimanapun, kaum formalis telah menghadapi kesulitan yang tak terduga, utamanya dalam usahanya membangun validitas matematika apabila mendekati pandangan itu.
Aliran logistik, yang dipimpin oleh Betrand Russell dan A. N. Whitehead, mengambil posisi bahwa matematika adalah cabang logika. Pelopornya adalah Peano dan Frege. Puncak karya monumental Russell dan Whitehead adalah “Princpia Mathematica” telah dibicarakan di atas . Karya yang solid dan luas itu sangat kompleks dan karya besar dari ke__ logika ini, merasa berusaha mereduksi seluruh matematika ke dalam logika. Dengan keaslian yang menggangumkan, mereka berhasil mendefinisikan konsep matematika elementer (seperti bilangan, nol, operasi penjumlahan dan perkalian, dan sebagainya) dalam term konsep logika (seperti himpunan, negasi, “atau”, dan sebagainya). Bagaimanapun, pendekatan ini akhirnya juga masuk pada kesulitan-kesulitan, utamanya berkaitan dengan teori modern tentang bilangan-bilangan transfinit, dan dengan demikian kebimbangan muncul kata-kata seperempat tahun dari kejayaan programnya.
Aliran yang paling akhir adalah intuisionisme, di bawah pimpinan matematikawan Belanda L. E. J. Brouwer, yang kemudian Hermana Weyt bergabung dengannya. Tesis mereka adalah bahwa matematika didasari atas basis intuisi dari kemungkinan penyusunan deret takhingga bilangan-bilangan Brouwer mengingatkan bahwa struktur lambang yang biasanya didefinisikan dengan matematika semata-mata pakaian luar saja dari sesuatu yang jauh lebih fundamental dalam cara berpikir. Ia percaya bahwa ketika matematikawan memanipulasi lambang disertai pikirian tanpa memandang pikiran itu sendiri, kekhawatiran pun akan menghadang. Singkatnya, kaum intuisionis tidak memandang bentuk kebenaran matematis sebagai struktur objektif seperti pendapat kaum formalis mapun logistic. Bagi kaum intusionis, matematika tidak akan dapat seluruhnya dilambangkan; berpikr matematis tidak tergantung bahasa tertentu yang digunakan untuk mengungkapkanya. Pengetahuan dan proses matematis yang harus diberi sedemikian sehingga prose situ dapat diperluas takterbatas. Dengan kata lain, “keberadaan” tanpa adanya kemungkinan “mengintroduksi” tidak dibenarkan
Dengan demikian terhadap iklim kebingungan, Max Black menunjuk. Program-program kaum formalis dan logistic telah menjumpai kesulitan-kesulitan untuk dipecahkan jika mereka ingin berjaya. Bagi kaum logistik reduksi matematika ke logika pecah ke dalam titik yang kursial, dan melengkapi bukti kaum formalis tentang kosistensi matematika yang tampaknya tidak mungkin. Akan tetapi doktrin kaum intuisionis mengisyaratkan matematika yang lebih besar lagi-lagi harus ditulis, menolak bukti-bukti yang telah begitu lama ditrima, membuang sebagian besar matematika murni, dan mengintroduksi kesusahan yang penting tidak praktis dan rumit ke dalam domen yang harus mengubah model.
Masih yang terbaru, R. Carnap, dari Vienna dan Chicago, telah melakukan program yang lebih jauh luas dari yang diatas, termasuk matematika, logika, bahasa, sains dan metafisika. Dsarnya adalah suatu analisis bahasa dan sematiknya. Masih terlalu pagi untuk menduga akan apa hasilnya.

Apa yang dapat dikatakan pada suasana pertentangan di mana matematika ingin mengetahui dirinya sendiri? Kita dapat mengamati, pertama, bahwa konsep dasar dan metode matematika berada dalam suasan aevolusi yang abadi; kedua, pengaruh setiap pandangan telah dimodifikasi secara mendalam oleh orang lain; ketiga, matematikawan umumnya, dengan kompromi, dapat bekerjada dalam satu atau lebih jaringan kerja; dan akhirnya, banyak. kadirsyam3@gmail.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar